Jan 2, 2024
02.01.2024
EXPERT OPINION
This article was written by Fajar Maulana
Pembayaran Digital dalam Upaya Peningkatan Pendanaan Berkelanjutan dalam Isu Krisis Iklim : Studi Kasus di Kanada dan Indonesia
Sumber Gambar : Markus Winkler, 2020 Diakses melalui https://unsplash.comKrisis iklim menjadi bagian dari poli krisis yang terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Peran multipihak termasuk masyarakat publik menjadi perhatian khusus, lantas bagaimana aksi kolektif tersebut dapat terealisasi di era digital ini?Isu krisis iklim merupakan salah satu krisis global yang berpengaruh pada kepentingan suatu negara layaknya pandemi COVID-19. Berbagai dampak dari krisis iklim sudah banyak terjadi, mulai dari banjir hingga kemarau panjang di berbagai belahan dunia. Kondisi ini tentu membutuhkan dana yang cukup besar, bahkan UNEP dalam agenda COP 28 lalu menyebutkan bahwa investasi untuk perbaikan kerusakan alam akibat krisis iklim mencapai USD 7 triliun (UNEP, 2023). Alokasi pendanaan untuk kerusakan iklim yang dicanangkan global ini menjadi hal prioritas juga terhadap alokasi anggaran masing-masing negara.
Pada tahun 2023, Kanada menetapkan target nasional untuk dengan alokasi anggaran sebesar USD 5 miliar per tahun untuk periode 5 tahun kedepan yang akan digunakan dalam inisiasi pencegahan kerusakan iklim (Lee et.al 2023). Disisi lain, Indonesia telah meluncurkan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) sebagai aktor yang berfokus dalam pengelolaan anggaran untuk pencegahan kerusakan iklim. Sepanjang 2018–2022, anggaran kerusakan iklim di Indonesia mencapai Rp307,94 triliun atau sekitar USD 19,8 miliar (Annur, 2023).
Aspek pendanaan yang berkelanjutan bagi aksi pencegahan kerusakan iklim ini telah menjadi salah satu agenda utama dalam COP 28 yang terselenggara di United Emirate Arab (UEA) 2023 ini. Dalam pembahasan yang dilakukan mengenai climate investment, agenda COP 28 menyoroti pentingnya instansi pengelola dana untuk memastikan adanya keberlanjutan pendanaan bagi pencegahan kerusakan iklim ini. Selain itu, dukungan terkait kebijakan yang berorientasi dalam keberlanjutan iklim juga perlu mulai dimunculkan oleh masing-masing negara. Perihal kebijakan mengenai kerusakan iklim (climate-risk policy), agenda COP 28 menyoroti adanya inisiasi dari masing-masing negara anggota.
Dalam Laporan Bloomberg 2023, Kanada dan Indonesia menjadi contoh negara yang masih berada dalam kategori negara tertinggal dengan sedikit perkembangan.Isu pendanaan berkelanjutan, bagaimana publik ambil peran?Keterlibatan multipihak dalam mendukung keberlanjutan pendanaan telah mengajak beragam entitas, mulai dari sektor privat, lembaga keuangan global, hingga masyarakat sebagai bentuk wujud dari public participation. Hal ini disebutkan dalam Patel et.al (2022) yang menjelaskan mengenai urgensi partisipasi publik sebagai bentuk good governance. Perkembangan partisipasi publik ini menjadi potensi tersendiri di era perkembangan digital yang serba terbuka dan transparan. Seiring dengan terus berkembangnya tren pembayaran digital yang ada di kedua negara, Kanada dan Indonesia, tren perilaku masyarakat juga berubah menyesuaikan adaptasi digital terutama setelah adanya pandemi COVID-19. Hal ini dijelaskan oleh Yun (2023) dalam tingkat penggunaan mobile payment dari 14% (Maret 2020) menjadi 46% (Oktober 2022). Fenomena ini juga terjadi di Indonesia dengan angka penggunaan e-wallet yang terus tumbuh sebesar 84.3% dibandingkan dengan pembayaran langsung saat COD atau pembayaran melalui kartu debit (Muhammad, 2023).
Dengan pertumbuhan tren pembayaran digital ini, upaya untuk mengajak lebih luas masyarakat dalam pendanaan aksi pencegahan krisis iklim dapat dioptimalkan. Sumber Gambar : Markus Spiske, 2019 Diakses melalui https://unsplash.comPartisipasi publik dalam aksi penanganan krisis iklim dapat diupayakan dengan perilaku masyarakat dalam bertransaksi yang lebih praktis dan mudah seiring perkembangan era digital di sektor keuanganPenguatan partisipasi publik dalam aksi pencegahan krisis iklim melalui metode pembayaran digital ini tentu membutuhkan pihak penyalur, dalam hal ini entitas filantropi, CSO (Civil Society Organization) maupun NGO (Non Government Organization).
Sebagai pihak pengumpul dan penyalur dana, filantropi dan sejenisnya ini tentu perlu beradaptasi untuk tetap dapat menjangkau donatur yang mulai menggunakan digital sebagai alat pembayaran. Potensi penggalangan dana secara digital ini juga didukung dengan penobatan Indonesia sebagai negara paling dermawan, sedangkan Kanada berada di peringkat delapan (Muhamad, 2023). Kegiatan pengumpulan donasi di Kanada telah berhasil mengumpulkan USD 21.9 Miliar pada tahun 2014 (KCI, 2017 dalam Anonim, n.d). Dalam riset yang lain, salah satu faktor yang mendukung bertambahnya donasi yang terkumpul di Indonesia adalah kemudahan dalam berdonasi. Hal ini dikaitkan dengan perkembangan teknologi dalam pembayaran digital yang mempermudah para donatur (Hartnell, 2020).
Dengan beragam potensi yang dimiliki di era digital ini, upaya yang dilakukan dalam penggalangan dana untuk aksi perubahan iklim terus dilakukan. Metode pembayaran digital menjadi kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing negara sebagai strategi dalam upaya pelibatan masyarakat publik untuk ikut berpartisipasi. Hal inilah yang dilihat sebagai upaya strategi transformasi dalam keberlanjutan pendanaan lingkungan. Selanjutnya, perkembangan infrastruktur dan juga regulasi yang mendukung akan menjadi perhatian selanjutnya dalam menciptakan ekosistem digital untuk keberlanjutan lingkungan di masa yang akan datang. (FM)Referensi
Annur, Cindy Mutia. 2023. Alokasi Anggaran Perubahan Iklim RI Sentuh Rp307,94 Triliun Sepanjang 2018–2020. Diakses secara online melalui website https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/11/09/alokasi-anggaran-perubahan-iklim-ri-sentuh-rp30794-triliun-sepanjang-2018-2020
Anonim. n.d. Asking Matters: Charitable Fundraising in Canada. Association of Fundraiser Professional. Diakses secara online melalui website https://afpglobal.org/sites/default/ files/attachments/2018–08/Asking%20Matters-Charitable%20Fundraising%20in%20Canada%20-%20Long-EN.PDF
Cuming, Victoria and M. Godemer. 2023. Climate Policy Factbook: COP28 Edition — Priority areas for climate action. Bloomberg NEF and Bloomberg Philanthropies.
Hartnell, Caroline. 2020. Philanthropy In Indonesia : A working paper. Filantropi Indonesia.
Lee, Marc, C. Brouillette, and H.Mertins-Kirkwood. 2023. Spending What it Takes: Transformational climate investments for long-term prosperity in Canada. Canadian Centre for Policy Alternatives (CCPA) Climate Action Network — Réseau action climate (CAN-Rac) : Canada.
Muhamad, Nabilah. 2023. E-Wallet, Metode Pembayaran Digital yang Paling Banyak Digunakan Warga RI saat Belanja Online. Diakses secara online melalui website https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/06/20/e-wallet-metode-pembayaran-digital-yang-paling-banyak-digunakan-warga-ri-saat-belanja-online
Muhamad, Nabilah. 2023. 10 Negara Paling Dermawan di Dunia 2023, Indonesia Juara. Diakses secara online melalui website https://databoks.katadata.co.id/ datapublish/2023/11/16/10-negara-paling-dermawan-di-dunia-2023-indonesia-juara
Patel, Sejal, D. McCullough, P. Steele, T. Hossain, I. Damanik, W. Kartika, G.C. Guevarrato, dan K. Sapkota. 2022. Mainstreaming Public Participation into Climate Budgeting: Insights from Bangladesh, Indonesia, and Nepal. PEFA Research Paper Series.
UNEP. 2023. Global annual finance flows of $7 trillion fueling climate, biodiversity, and land degradation crises. Diakses secara online melalui website https://www.unep.org/ news-and-stories/press-release/global-annual-finance-flows-7-trillion-fueling-climate-biodiversity
Yun, Stephen. 2023. The Future Of Digital Payments Is Here Canadian Payment Methods And Trends Report 2023. Payment Canada : Canada.